GfWlGUW8TfGiBSGiTUW0GfGlGA==

Perempuan Berhak Memilih: Jangan Paksa Segera Menikah



Salah satu beban perempuan yang telah menginjak usia 20 tahun adalah desakkan untuk segera menikah. Belum lagi perempuan-perempuan yang telah melewati usia lebih dari 25 tahun. 

Desakkan untuk segera menikah jauh lebih masif. Stigma tidak laku dan perawan tua turut melabeli status perempuan.

Pertanyaan tentang pernikahan selalu datang menghantui perempuan. Seolah-olah menikah adalah satu-satunya tolak ukur kebahagiaan dalam hidup. Seolah-olah keharusan untuk segera menikah telah menjadi norma yang tidak terbantahkan.

Perempuan berhak memilih kapan mereka ingin menikah. Perempuan berhak menentukan sendiri pernikahannya.

Pernikahan bukan merupakan suatu perlombaan. Melainkan pilihan dan keputusan pribadi yang harus di hormati.

Pernikahan Bukanlah Lomba Lari

"Menikah bukan perlombaan. Lebih baik menikah di usia yang tepat dengan orang yang tepat daripada terburu-buru dan terjebak dalam pernikahan yang salah." 
-  Najwa Shihab

Pernikahan tidak seperti lomba lari. Di mana siapa paling cepat dan menyentuh garis finis adalah pemenangnya. Pernikahan tidak sesederhana itu.

Pernikahan bukan merupakan suatu pencapaian. Dan label "tertinggal" untuk perempuan yang belum menikah sangat keliru dan berbahaya.

Pernikahan memang mampu memberikan kebahagiaan. Namun, pernikahan tidak bisa menjadi tolak ukur status kebahagiaan seseorang.

Setiap perempuan bebas dan mempunyai hak untuk menentukan kapan mereka ingin menikah.

Menikah di Usia Matang Lebih Baik

Pernikahan tidak hanya tentang cinta atau menyatukan perasaan dua orang yang kasmaran. Namun, juga tentang tanggung jawab di dalamnya. Belum lagi tentang kesiapan mental, emosional, dan finansial.

Merencanakan pernikahan yang matang jauh lebih baik daripada memaksakan untuk segera menikah di usia muda. Apalagi jika hanya mengikuti tren dan dorongan sosial.

Perempuan yang menikah di usia matang jauh lebih siap secara mental dan emosional. Karena dua hal tersebut sangat penting dalam menghadapi tantangan pernikahan kelak. Juga penting dalam menjaga pernikahan yang stabil dan bahagia.

Perempuan Berhak Mengejar Mimpinya

"Jangan biarkan anyone membatasi mimpimu. Perempuan berhak untuk mengejar pendidikan, karier, dan passion mereka sebelum menikah." 
-  Dian Sastrowardoyo

Sama seperti halnya laki-laki, perempuan juga memiliki hak yang sama dalam mengejar mimpinya. Jangan pernah batasi perempuan yang ingin fokus pada karier, pendidikan, dan passion atau apa pun dengan tuntutan untuk segera menikah.

Biarkan mereka para perempuan mengejar dan menggapai setiap mimpinya. Jangan tekan mereka dan hormati setiap pilihan atau keputusannya.

Menikah Karena Cinta, Bukan Tekanan

Cinta adalah salah satu kunci kebahagiaan dalam hidup. Pernikahan yang dilandasi dengan dasar cinta akan bertahan lebih lama, lebih siap dan mampu menghadapi beragam tantangan .

Jangan menikah karena tekanan masyarakat, keluarga, atau bahkan orang tua. Perempuan bebas menentukan sendiri pasangan yang pantas untuk menjadi pendamping hidupnya.

Dengarkanlah Kata Hati

Perempuan berhak menentukan pernikahannya sendiri. Termasuk keputusan untuk menikah atau tidak. Tidak ada satu pun yang berhak mengintervensi keputusan tersebut.

Untuk perempuan, dengarkanlah kata hati dan ikuti intuisimu. Kamu yang paling tahu apa yang terbaik untuk dirimu. Jangan biarkan orang lain memaksakan kehendaknya kepadamu.

Putuskanlah sendiri sumber-sumber kebahagiaanmu. Dengarkan kata hatimu. Menikahlah saat kamu siap dan karena keinginan sendiri.

Peran Orang Tua

Peran orang tua sangatlah krusial dalam suatu pernikahan. Orang tua harus mampu menjadi sumber edukasi dan informasi tentang pernikahan.

Termasuk menjadi teman bicara dan bertukar pikiran. Orang tua harus menjadi yang pertama dalam mendukung pilihan anak perempuannya.

Jangan sampai para orang tua memaksakan kehendak dirinya dan menjadi penentu terkait kapan harus menikah dan siapa pasangannya.

Pentingnya Kesadaran Masyarakat

Dorongan untuk segera menikah yang timbul dari tekanan sosial jauh lebih besar dirasakan oleh perempuan daripada lelaki. Masyarakat seringkali melabeli seorang perempuan yang belum menikah dengan label-label negatif.

Pandangan-pandangan atau mindset masyarakat tentang pernikahan perlu diubah. Jangan sampai masyarakat menjadi sumber utama ketakutan dan trauma bagi seorang perempuan.

Perlahan, sedikit demi sedikit perlu dilakukan edukasi bahwa pernikahan bukanlah satu-satunya tujuan utama hidup seorang perempuan. Pun tidak ada standar-standar khusus yang digunakan untuk menentukan kapan perempuan harus menikah.

Perempuan berhak memilih dan menentukan sendiri kapan mereka ingin menikah.

Masa Depan Yang Lebih Baik

Dengan memberikan dukungan dan tidak menghakimi perempuan yang ingin menunda untuk menikah, artinya kita telah membantu membangun masa depan yang lebih baik bagi perempuan dan generasi selanjutnya.

Kita telah menciptakan sebuah lingkungan dan hidup di mana perempuan tidak lagi diperlakukan diskriminatif. Di mana laki-laki dan perempuan mempunyai hak hidup yang sama dan setara.


***

Pernikahan memang penting, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Namun, jangan sampai menjadikan pernikahan sebagai tolak ukur status kebahagiaan seseorang. Apalagi jika hal tersebut disematkan pada perempuan.

Jangan sampai kita melabeli seorang perempuan yang belum menikah dengan label-label negatif. Jangan biarkan diri kita terjebak dalam asumsi dan stigma yang salah tentang pernikahan dan kebahagiaan.

Perempuan adalah makhluk bebas yang berhak menentukan sendiri kapan pernikahannya. Siapa pasangannya dan apakah ia akan menikah atau tidak. Dukung dan hormatilah keputusan perempuan.

Ingat, pernikahan adalah komitmen seumur hidup. Tidak dilakukan hanya karena ikut-ikutan.



Sumber Gambar  : Photo by CHUTTERSNAP on Unsplash

0Komentar

Special Ads
Special Ads